Diberdayakan oleh Blogger.

My Blog List

RSS

Filsafat Pragmatisme





                                                         Pragmatisme
BAB I
PENDAHULUAN


   Pada kira-kira tahun 1890 dimulailah suatu zaman yang baru, yang dalam banyak hal berbeda dengan zaman yang mendahuluinya, tetapi yang masih ada juga keseimbangannya. Abad ke-20 masih juga dijiwai oleh pandangan bahwa cara yang paling baik untuk menemukan kebenaran dibidang filsafat adalah cara yang dengan sadar meninggalkan apa yang telah dapat disumbangkan oleh para pemikir yang terdahulu dibidang itu. Dengan demikian sifat individualistis yang telah tampak pada abad ke-19 menjadi berlaru-larut, sehingga sering sukar sekali untuk mengerti pangkal pemikiran para ahli pikir itu.
   Pada umumnya pada bagian pertama abad ke-20 terdapat bermacam-macam aliran yang berdiri sendiri-sendiri dan yang terdapat dibermacam-macam negara. Masing-masing menyebarkan pengaruh yang mendalam dalam masyarakat sekitarnya. Pada zaman parohan pertama abad ke-20 ini umpamanya terdapat aliran pragmatisme di Inggris dan Amerika, filsafat hidup di Perancis dan Jerman, Fenomenologi dan masih ada lain-lainnya lagi.
   Di dalam bab ini kita tidak akan membicarakan semua aliran yang ad. Kita akan membatasi dari pada beberapa aliran saja. Umpamanya kita akan membicarakan Pragmatisme dan para tokohnya.

BAB II
PEMBAHASAN
Ø Pengertian

Etimologi >> Bahasa Yunani pragma (tindakan/perbuatan)
Terminologi >> Pragmatisme suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar adalah apa saja yang membuktikan dirinya sebagai yang benar dengan akibat-akibat yang bermanfaat secara praktis.
Ø Tokoh-Tokoh Filsafat Pragmatis
A. William James(1842-1910)
William James adalah filsuf dan psikolog Amerika yang paling berpengaruh, dilahirkan di kota New York pada tahun 1842, akan tetapi menghabiskan masa kecilnya di Eropa. Pendidikan dasarnya tidak seperti anak kebanyakan dan cenderung berganti-ganti, dikarenakan seringnya berpindah dari satu kota ke yang lain dan juga keinginan ayahnya agar dia lebih berkembang. Dia melewatkan masa pendidikannya disekolah umum dan dari guru bimbingan pribadinya di Swiss, Prancis, Inggris dan Amerika. Sejak 1872 hingga 1907, ia menuntut ilmu di Harvard. Pada mulanya James mempelajari fisiologi, kemudian beralih ke psikologi, dan terakhir filsafat. Pragmatisme William James memiliki pengaruh yang cukup dominan dalam filsafat pragmatisme, yang merupakan pemikiran khas Amerika. Karya-karya William James antara lain PragmatismThe Will to BelieveThe Varietis of Religion ExperienceThe Meaning of Truth, dan beberapa karya lainnya.
Selama tahun-tahun itu, dia hanya bisa membayangkan bagaimana kehidupan di sekolah sebenarnya. Setelah mendalami seni selama beberapa tahun, dia menyadari bahwa seni bukanlah bidangnya, dan pada tahun 1861 dia masuk ke Lawrence Scientific School di Cambridge, yang memberikan karir di bidang sains dan koneksi dengan Universitas Harvard yang terus berlangsung seumur hidupnya.
Saat berusia 35 tahun, dia telah menjadi dosen di universitas Harvard. Dia menjadi instruktur fisiologi dan anatomi selama 7 tahun, guru besar filsafat selama 9 tahun, dan menjadi guru besar psikologi sampai 10 tahun terakhir dia mengajar, saat dia kembali lagi mengajar filsafat. James adalah penulis yang produktif dan berbakat dibidang filsafat, psikologi dan pendidikan, dan pengaruhnya pada kehidupan pendidikan di Amerika sangatlah mengesankan. Karya terbesar dan paling berpengaruhnya,The Principles Of Psychology (Dasar-dasar Psikologi), yang diterbitkan tahun 1980, nantinya akan menjadi materi pendidikan. Pemikirannya terhadap pendidikan dan pandangannya terhadap cara kerja pengajar dapat dilihat di karyanya yang terkenal Talks to Teacher. Selain sangat terkenal, buku-buku ini memberikan pengaruh yang besar terhadap pendidikan dan pengajarnya. Teori dan praktek pendidikan, adalah hutang terbesar Amerika kepada “ Bapak Pendidikan Psikologi Modern” ini.
William James adalah seorang yang individualis. Didalam bukunya Talks to Teacher tidak terdapat pernyataan mengenai pendidikan sebagai fungsi sisa. Baginya pendidikan lebih cenderung kepada “ organisasi yang ketertarikan mendalam terhadap tingkah laku dan ketertarikan akan kebiasaan dalam tingkah laku dan aksi yang menempatkan individual pada lingkungannya”. Teori perkembangan diartikannya sebagai susunan dasar dari pengalaman mental untuk bertahan hidup. Pemikirannya ini dipengaruhi oleh insting dan pengalamannya mempelajari psikologi hewan dan doktrin teori evolusi biologi. Ketertarikan James akan insting dan pemberian tempat untuk itu dalam pendidikan, menjadikan para pembaca bukunya percaya akan salah satu tujuan terpenting didalam pendidikan adalah memberikan kebebasan kepada anak-anak untuk mengikuti instingnya. Yang nantinya akan menjadi peribahasa teori pendidikan. “ Bekerjasamalah dengan insting, jangan melawannya”. Pembaca yang lebih teliti dapat menemukan tulisan yang lebih menguatkan akan hal ini, tapi ketidakraguannya ditunjukkannya melalui pernyataan-pernyataannya bahwa persatuan para psikolog telah salah mengenali kekuatan insting didalam kehidupan manusia.
Teori James akan insting sangatlah bersifat individualis dan sangatlah kolot pada pelaksanaannya. Mengesampingkan pernyataannya mengenai perubahan insting, yang berlawanan dengan diskusinya pada “Iron Law of Habit/Hukum Utama Kebiasaan” dan kepercayaannya akan tujuan dasar pendidikan sebagai pengembangan awal kebiasaan individual dan kelompok, dalam pembentukan masyarakat yang lebih sempurna. Singkatnya, James menegaskan, dasar dari semua pendidikan adalah mengumpulkan semua insting asli yang dikenal oleh anak-anak, dan tujuan pendidikan adalah organisasi pengenalan kebiasaan seagai bagian dari diri untuk menjadikan pribadi yang lebih baik. Sumbangan James yan paling berpenaruh terhadap metode pendidikan adalah hubungannya dengan susunan kebiasaan.
 Pokok Pemikiran William James
1. Meliorismen dan Teori Kebenaran
Pernyataan pragmatis pada James adalah,”Apakah yang dilakukan oleh idea itu padamu dalam menghadapi kehidupan nyata?” untuk memiliki nilai-nilai kemanusiaan, setiap idea mestilah berguna untuk setiap tujuan hidup yang jelas. James mencari tujuan yang kongkret dan memperkaya kehidupan. Inilah dua ciri khas pragmatisme James. Dalam kenyataannya kedua ciri ini menjadi indikator hasil praktis dalam pragmatisme James. Untuk memahami hal ini secara lebih jelas, perlu diketahui apa yang dimaksud oleh James dengan meliorisme.
Meliorisme adalah fungsi penengah antara filsafat tender minded dan tough minded.
James melihat ada dua watak kefilsafatan yang pokok. Ia menggunakan istilah tough minded dan tender minded. Tough minded menyatakan diri dalam pendekatan empiris, dalam mencari kebenaran. Ia hanya berkepentingan dengan fakta-fakta yang dapat diindera. Ini tentu saja menuju kepada materialisme, dan skeptis terhadap apa saja yang berbau imaterial. Empirisisme tough minded hanya mengakui fakta atom, dan mempunyai keraguan tentang adanya suatu prinsip akal a priori di belakang atom itu. Di dalam filsafat, tough minded ditandai oleh pendekatan sedikit demi sedikit dan pluralistis. Oleh karena itu, ia mendapat kenyataan sebagian-sebagian, bukan kenyataan yang menyeluruh tentang objek. Sikap ini akan melahirkan kereligiusan dan pesimisme. Temperamen tender minded kelihatan dalam pendekatan rasional; selalu mencapai konsep dan prinsip. Ia selalu merupakan pemikiran dan usaha intelektual, lebih sistematis, lebih konsesten daripada kepercayaan inderawi tough minded. Filsafat tender minded, karena itu, menemukan abstraksi-abstraksi dan eksistensi imaterial, cenderung idealistis. Karena mengunggulkan kekuatan akal dalam mencari kenyataan, filosof tender minded tidak menemui kesulitan dalam menemukan nilai-nilai yang abadi dan absolut.
       Pragmatisme sebagai meliorisme bermakna bahwa pertentangan atau ekstremintas harus dilihat pada segi akibat-akibat praktisnya. Oleh karena itu, metode pragmatisme mengajukan pertanyaan,”Apakah perbedaan pokok yang diperlihatkannya kepada Anda dan kepada saya bila idea ini atau itu dipraktekkan?” ini adalah metode dalam menghadapi kehidupan nyata, yang juga merupakan masalah filsafat. Ini berarti suatu usaha membawa filsafat turun menghadapi situasi khusus.
      Bagi James, filsafat harus berupa filsafat manusia, yang dapat menunjukkan bagaimana manusia harus hidup dan mengisi kehidupannya. Oleh karena itu, ia ingin pragmatisme tidak hanya menjadi suatu filsafat tertentu, tetapi lebih sebagai suatu metode. Ia berpendapat bahwa kebenaran pragmatisme tidaklah akan diperoleh tanpa menerapkannya sebagai suatu metode. Jadi, pragmatisme bukanlah filsafat yang lengkap sebagai suatu sistem. Pragmatisme dapat digunakan sebagai metode mengatasi persoalan dengan cara menemukan akibat-akibat praktis yang muncul dari penerapan idea.
        Menurut James, materialisme tidak memberikan harapan kepada manusia; spiritualisme memberikan. Ini tidak berarti bahwa spiritualisme atau keyakinan pragmatismenya itu dapat memberikan pembuktian nyata, tetapi harapan itu jelas membawa akibat praktis bagi kehidupan manusia. Apa yang amat diperlukan dalam menguji pragmatisme James ialah pengertian khusus. Nominalisme James diambil dari pandangan individual dan humanisnya. Sudah jelas, ia memandang alam semesta bukan dari sudut logika dan ilmiah, melainkan dari sudut kemanusiaannya. Ia mendapatkan alam semesta ini kosong kecuali bila dipandang dari segi partikularnya. Karena itulah penguji pragmatis berbunyi: Apakah kita memperoleh suatu pengertian khusus darinya atau tidak? Menjelaskan idea umum dengan menggunakan idea umum yang laintentulah tidak memuaskan, dan akan berhenti pada masalah yang verbal saja; demikian James. Pragmatisme tidak menerima kebenaran yang kurang dinamis. Kebenaran harus dianggap dinamis dan humanis dalam arti mempunyai fungsi dalam kehidupan. Kebenaran adalah suatu proses, menurut James, yaitu suatu proses validitas atau verifikasi terhadap idea.
2. Humanisme dan Kehidupan Moral
    Yang dimaksud oleh James dengan humanistis disini ialah realitas tidak boleh dan tidak mungkin dipisahkan dari faktor-faktor kemanusiaan, tidak ada kebenaran yang terpisah dari kegunaannya bagi manusia. James menolak sains yang tidak manusiawi, yaitu sains yang abstrak. Katanya, bagaimana pun abstraknya teori sains, ia dapat diterima, tetapi dengan syarat teori itu sekurang-kurangnya dapat memberikan ramalan untuk masa depan.
Di bawah ini adalah beberapa contoh kebenaran yang sudah final:
a. Yang besar selalu lebih besar daripada yang lebih kecil daripada itu.
b. Membunuh orang yang tidak bersalah adalah perbuatan yang salah.
c. Mengasihi orang lebih bermanfaat daripada membenci orang.
     Pernyataan terakhir ini agaknya memperoleh pembenaran setelah James mengatakan bahwa kaidah moral yang umum pun tidak mungkin dibuat; itu disebabkan oleh situasi dan lingkungan selalu berubah. Membayangkan filsafat moral James, kita dibawa kembali ke zaman yang jauh kebelakang, yaitu kepada keadaan filsafat moral pada zaman sofisme di Yunani. Tidak akan jauh meleset bila dikatakan bahwa pragmatisme James sebenarnya suatu filsafat yang bercorak relativisme; jadi sama dengan filsafat sofisme Yunani. Relativisme inilah (lebih-lebih relativisme ukuran moral) agaknya yang dapat menjelaskan watak moral di Barat sekarang. 
3. Agama dan Iman
    Pernyataan James bahwa agama perlu bagi manusia tentulah diterima oleh orang yang beragama, tetapiargumen yang diajukan oleh James belum tentu berkenan dihati semua orang yang beriman. Argumennya lemah. Ia mengatakan bahwa agama perlu karena berguna bagi kehidupan. Lemahnya argumen ini ialah karena orang dapat juga mengajukan argumen bahwa agama bahkan merugikan. Jika pragmatisme bergerak pada kenyataan, maka inilah kenyataannya. Argumen seharusnya lebih kuat daripada itu. Untuk menyusun argumen yang lebih kuat itu kita harus melalui jalan rasional atau jalan intuisi seperti yang diajukan oleh Kant. James tidak mau melalui kedua jalan ini. Jalan itu jalan abstrak, jalan tender minded; demikian kata James.
Tentang definisi agama, James mengambil definisi psikologi; ini dapat dipahami. Ia menyatakan bahwa agama merupakan perasaan, tindakan dan pengalaman manusia individual dalam kesunyiannya bersama Yang Mahatinggi. Definisi ini netral, kata James. Intinya ialah kepercayaan kepada ketinggian. Benarkah definisi itu netral? Masih perlu dipertanyakan; atau apa pengertian netral disini?
    Pernyataan James baik tatkala ia mengajukan argumen bahwa ada orang yang tidak mau menerima agama karena agama tidak ilmiah. Pernyataan ini benar. Artinya, memang ada orang yang menolak agama karena agama tidak ilmiah. Akan tetapi, argumen yang diajukan oleh James tidak dapat dipahami. Katanya, kalau kita menerima bahwa kebenaran agama adalah kebenaran yang belum selesai, maka kebenaran agama dapat diterima.
    Perubahan-perubahan ajaran agama (untuk bagian yang dapat berubah) bukanlah perubahan tanpa batas pinggir; perubahan itu terbatas dan dibatasi oleh ajaran-ajaran yang sudah final itu. Ini pun kenyataan. James seharusnya memperhatikan kenyataan ini karena ia sendiri mengatakan bahwa pragmatismenya adalah filsafat kenyataan.
4. Empirisisme Radikal dan Plural
    Empirisisme radikal adalah nama yang diberikan oleh James untuk pandangannya tentang dunia. Di sini ia mempraktekkan pragmatismenya dalam daerah metafisika dan epistemologi. Pragmatisme menurut pandapatnya memberikan suatu jalan untuk membicarakan filsafat dengan melalui pemecahan lewat pengalaman indera. Akan tetapi, ini saja tidak mencukupi.
    Oleh karena itu, empirisisme radikalnya berpandangan pluralistis. Secara ringkas, di dalam empirisisme radikal ini ia menyimpulkan bahwa pemikiran abstrak tentang alam semesta hanya dapat disusun lewat pengalaman. Fakta sebenarnya tidak lebih dari sekedar pengalaman. 
B.     John Dewey (1859-1952)                                                             
John Dewey lahir di Baltimor, ia salah satu dari generasi pragmatisme yang menghasilkan pemikiran yang hebat setelah James. Dewey menjadi guru besar dalam bidang filsafat dan bidang pendidikan di Chicago (1894-1904) dan akhirnya di Universitas Colombia (1904- 1929)
     Bagi John Dewey filsafat bertujuan untuk memperbaiki kehidupan manusia serta lingkungannya atau untuk mengatur kehidupan manusia serta aktivitasnya dalam memenuhi kebutuhan manusiawi. Oleh karena itu tidak heran jika John Dewey disebut sebagai tokoh filsafat yang mempunyai karakter yang dinamis yang diwarisi oleh Hegel, yaitu faham dualisme yang berlebih-lebihan seperti antara between mind and body : between necessary and contingent propositions, between cause and effect, between secular and transcendent, namun Dewey lebih suka membuat pandangan baru dengan memperkaya teori-teori dan memahami sebuah fungsi teori itu, dengan demikian Dewey adalah seorang yang anti reduksionis.
Meskipun Dewey seorang pragmatis, tetapi Dewey lebih suka menyebut sistemnya dengan istilah Instrumentalisme. Yang dimaksud Instrumentalisme adalah suatu usaha untuk menyusun suatu teori yang logis dan tepat dari konsep-konsep, pertimbangan-pertimbangan, penyimpulan-penyimpulan dalam bentuknya yang bermacam-macam. Cara yang dilakukan adalah dengan menyelidiki bagaimana pikiran fungsi dalam penentuan-penentuan yang berdasarkan pengalaman, mengenai konsekuensi - konsekuensi di masa depan. Salah satu kunci filsafat instrumentalia adalah pengalaman (experience). Filsafat harus berpijak pada pengalaman itu secara aktif dan kritis, agar filsafat dapat menyusun sistem norma-norma dan nilai-nilai.
Filsafat Dewey yang dinamakan dengan Instrumentalisme ini memiliki tiga aspek sebagai alat dalam melahirkan penyelidikan. Di antaranya, pertama “temporalisme” yaitu terdapat gerak kemajuan nyata dalam waktu. Pemikiran kebenaran terus berjalan maju dengan melihat pengalaman yang terus berlangsung. Kedua “futuristic” yaitu mendorong  untuk melihat masa depan tidak hari kemarin. Ketiga “milionarisme” bahwa kehidupan dunia ini dapat dibuat lebih baik dengan kemampuan diri manusia, barangkali pandangan yang demikian juga dianut oleh William James.
Instrumentalisme yang dimaksud Dewey adalah ide besar sebagai alat dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang bersifat praktis. Dewey berusaha mengembangkan teori-teori baru tanpa melakukan reduksi dari tokoh-tokoh pragmatis sebelumnya. Ini dilakukan untuk memperoleh bentuk baru dalam kajian filsafat pragmatis.
Oleh karena itu ketika membahas masalah agama atau kepercayaan, Dewey mengakui bahwa semua agama termasuk kepercayaan merupakan sebuah doktrin kebenaran yang tersirat makna intelektual. Ini disebabkan bahwa kepercayaan merupakan pengakuan yang paling hakiki dan sebagai doktrin yang tidak dapat diubah. Di samping itu pengalaman agama seseorang merupakan petunjuk yang diyakini setiap individu.
Meskipun kajian agama menjadi masalah ketika dihadapkan pada sistemnya yaitu instrumentalia, namun bukan menjadi hambatan dalam menghadapi problem ini. Bagaimanapun juga dasar yang digunakan oleh instrumentalia adalah pengalaman. Ini jelas bahwa Dewey mengakui pengalaman seseorang meski itu bersifat mistik atau tidak dapat dibuktikan dengan logika, yang penting akibat dari pengalaman itu dapat memberikan nilai manfaat baginya yaitu ketenangan dan kedamaian.


BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Filsafat pada mulanya, sampai kapan pun, merupakan usaha menjawab pertanyaan yang penting-penting. Orang telah berusaha menjawab pertanyaan itu dengan indera (empirisisme dalam artian yang datar), dengan akal (rasionalisme dalam artian yang datar), dan dengan rasa (intuisionisme, juga dalam artian yang datar). Ketiga isme itu mempunyai banyak variasi pandangan didalamnya. James mencoba menjawab pertanyaan dengan isme pertama dan ingin menggabungkannya dengan isme kedua. Penggabungan yang dilakukannya dinamakannya pragmatisme, meminjam nama yang sudah digunakan orang sebelum dia. Akan tetapi, sayang, penggabungan itu gagal.
James membawakan pragmatisme. Isme ini diturunkan kepada Dewey yang mempraktekkannya dalam pendidikan. Pendidikan menghasilkan orang Amerika sekarang. Dengan kata lain, orang yang paling bertanggung jawab terhadap generasi Amerika sekarang adalah William James dan John Dewey. Apa yang paling merusak dalam filsafat mereka itu? Satu saja yang kita sebut: pandangan bahwa tidak ada hukum moral umum, tidak ada kebenaran umum, semua kebenaran belum final. Ini berakibat subyektivisme, individualisme, dan dua ini saja sudah cukup untuk mengguncangkan kehidupan, mengancam kemanusiaan, bahkan manusianya itu sendiri. Kita harus mengatakan saya sekarang mengerti mengapa kebudayaan Amerika sekarang demikian. Mendengar ini James akan berkata, “Ah, itu ‘kan gaya berfikir tender minded.” 
                                                                                                                                                                             





Referensi

Sumber Makalah ini dipresentasikan dalam Paket Kajian Filsafat Islam ICAS-Jakarta (Tgl: 21   April 2006)


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar